Gubuk Antik Gresik, Barometer Pusaka Jatim; Peminat Sampai Turis Mancanegara Pernah Datang Kesini.
Gresik,Aksesnusantara.id – Di Indonesia banyak sekali budaya dan kesenian yang sudah dikenal luas oleh dunia. Warga duniapun banyak yang tidak hanya menikmatinya, namun juga turut serta mencoba lebih dekat dengan kebudayaan Indonesia. Kita sudah sepatutnya bangga dan turut melestarikan kebudayaan Indonesia terutama keris/tosan aji.
Keris telah terdaftar dan diakui oleh UNESCO sebagai Warisan Budaya Dunia Non-Bendawi Manusia yang berasal dari Indonesia sejak 25 November 2005. Pada hari itu pula oleh hampir 85% dari kalangan penggemar keris menganggap 25 November sebagai Hari Keris Nasional.
Dalam proposal pengajuan keris sebagai ‘Masterpiece of the Oral and Intangible Heritage and Humanity’ oleh UNESCO saat itu (2004) disebutkan, bahwa keris secara prinsipil memiliki lima fungsi dalam masyarakat Indonesia. Yaitu, tradisi, fungsi sosial, seni, filosofi, dan mistis.
Keris adalah salah satu benda bernilai seni tinggi yang penuh sarat makna dan hakikat. Dalam memandang sebilah keris orang bisa memandangnya dari nilai eksoteris dan esoterisnya. Eksoteris adalah nilai-nilai yang nampak dari wujud bentuk ragawinya. Sedangkan esoteris adalah nilai-nilai pada sebilah keris yang dilihat daripada sudut arti, makna, falsafah hingga tuahnya.
“Jika melihat nilai eksoterisnya, tentu cukup meraba dan membaca dari bentuknya, hasil tempanya, keindahan seninya hingga pada nilai estetika pada proses pembuatan hingga pada hasil wujudnya. Tentu dalam hal ini tidak lepas dari literasi-literasi yang tercatat tentang berbagai silsilah sebuah keris. Lalu setelah mengetahui eksoterisnya, barulah nilai-nilai esoteris pada sebilah keris akan mampu dirasakan dan diintisarikan kedalam kehidupan,” kata khusnul Romadhon pemilik Gubuk Antik Gresik, yang beralamat di Menganti Gresik, Jawa Timur. Rabu, (29/05/2024).
Pada zaman dahulu keris dibuat bukan sekadar untuk menjadi sebilah senjata tajam sebagai alat perang atau alat pembunuh semata, namun keris dibuat lebih kepada tujuan untuk sebuah wujud bukti spiritualitas diri.
Terbukti dari setiap nama yang disematkan dalam sebilah keris selalu terselip makna. Mulai dari dhapurnya, pamornya hingga pada lekukan-lekukan ornamen kecil yang disebut ricikan. Sehingga keris tidaklah disebut sebagai alat perang ataupun senjata tajam semata, tetapi keris digolongkan kedalam golongan yang memiliki derajat yang lebih tinggi yaitu pusaka.
Keris adalah karya adi luhung yang dibuat dengan penuh harap dan doa. Tidak sekadar dibakar, dibentuk dan ditempa, tetapi keris juga ditirakati melalui puasa, doa dan ritual-ritual khusus lain. Tirakat yang bertujuan untuk mentransferkan nilai-nilai luhur budaya dan nilai-nilai luhur spiritualitas yang dihubungkan kepada Sang Penguasa Semesta Jagad. Bahwa setiap satu bilah keris adalah simbol doa dan harapan dari setiap yang menginginkan wujudnya, dengan kata lain keris dibuat untuk menciptakan sarana spiritualitas diri menuju kepadaNya, hingga dapat menjadi sebuah makna yang mengintisari kedalam kehidupan para pemiliknya. Keris diharapkan menjadi piyandel seperti doa dan harapan dari Sang Empu yang dititipkan pada setiap bilah keris yang dibuatnya.
Keris juga dikenal sebagai senjata tajam golongan belati dengan banyak fungsi budaya yang dikenal di kawasan Indonesia bagian barat dan tengah. Bentuknya yang khas dan mudah dibedakan dari senjata lainnya karena tidak simetris dari bagian pangkal ke bagian ujungnya. Pada masa lalu, keris berfungsi sebagai senjata dalam duel sekaligus pelengkap sesaji dalam upacara adat. Dalam budaya Jawa, keris sering dikaitkan dengan hal mistik dan memiliki kekuatan tersendiri.
“Keris juga semakin diminati oleh orang/turis mancanegara, Gubuk Antik Gresik pernah dikunjungi oleh Turis Jepang dan Yaman untuk mencari keris. Karena keunikan dari keris tersebut, dari segi meterialnya, budaya dan filosofinya. Justru kita pemilik budaya sendiri, sebuah keris selalu atau lebih di hubungkan oleh hal-hal yang mistisme dengan paradigma negatif padahal tidak begitu,” tambahnya.
Beragam jenis keris warisan leluhur nusantara banyak kita jumpai di setiap daerah, dengan beragam ciri khasnya masing-masing dan di setiap era yang berbeda. Gubukanti (Gubuk Keris) menganti gresik kerapkali mengulas ciri dan tangguh keris pada setiap era bersama rekan sejawat saat acara rutin di Gubuk Antik Gresik setiap minggunya.
“Keris sebagai bentuk fisolofi atau pesan moral untuk pemilik keris tersebut, misalnya di masyarakat Jateng seperti keris mahesa lajer (kebo lajer/kebo lanang) adalah sebuah Pusaka, yang diberikan/dihadiahkan oleh orang tuanya kepada anaknya yang sudah menikah. Sebagai bentuk nasehat orang tua untuk sebagai seorang pemimpin rumah tangga/suami itu harus kuat, tenang, jangan gampang susah, jangan mudah mengeluh. Hal itu ibaratkan seperti hewan kerbau (kebo-bahasa jawa/red), yang bagaimana di gambarkan sebuah keris mahesa lajer,” terang Kang Khusnul.
Masih kata Khusnul, “Komunitas kami juga bergerak di bidang agama, sosial, seni dan budaya. Untuk setiap sebulan sekali, setiap sabtu pahing banjarian dan hari rabu ngaji Al-Qur’an. Setiap Jumat kita selalu adakan kegiatan sosial santunan berikan anak-anak kecil, setiap sabtu malam minggu uri-uri budaya diskusi tentang keris (tosan aji),” tutupnya. (F2)
Info tentang Gubuk Antik Gresik lihat di: https://sites.google.com/view/gubukantikgresik/beranda?authuser=0.