Oleh: Dr. Rozikin
Dosen Administrasi Publik Universitas Krisnadwipayana dan Pengamat Kebijakan Publik Nusantara Foundation
Belakangan ini, usulan twin city yang diajukan oleh Asosiasi Sekolah Perencanaan Indonesia (ASPI) kepada Utusan Khusus Presiden untuk Kerja Sama Internasional Pembangunan Ibu Kota Nusantara (IKN) menjadi perhatian penting dalam konteks visi Ibu Kota Indonesia ke depan. Sebagai sebuah ilustrasi singkat, kepastian konsepsi tentang visi ibu kota mengakhiri perdebatan klasik tentang mana yang lebih dahulu: telur versus ayam, di mana pada satu sisi Pemerintah menunggu investasi konkret di IKN, sementara di sisi yang lain investor justru menanti kepastian status IKN dalam bingkai tata kelola Pemerintahan dan negara di Indonesia. Dengan adanya konsep ini (atau bentuk kepastian lainnya), maka status IKN menjadi lebih jernih dalam upaya merekonstruksi dan menghubungkan kembali ide desentralisasi kesejahteraan dan melekatkannya tetap pada konteks transisi pemerintahan.
Saya melihat konsep twin city antara Jakarta dan IKN sebagai langkah strategis yang perlu diapresiasi, terutama dalam memastikan bahwa proses perpindahan ibu kota tidak terkesan terburu-buru dan memberikan ruang bagi kedua kota tersebut untuk tumbuh secara bersamaan. Dengan status itu, Jakarta dan IKN tidak hanya akan berbagi peran, tetapi juga memiliki status yang jelas sebagai pusat politik dan ekonomi. Kejelasan inilah yang telah lama ditunggu-tunggu, terutama oleh sektor swasta yang memandang kepastian dan stabilitas status IKN sebagai faktor kunci dalam membuat keputusan bisnis. Para calon investor, baik domestik maupun asing, cenderung menahan diri hingga ada kepastian mengenai posisi IKN sebagai pusat administrasi pemerintahan dan ibu kota negara.
Kepastian statusnya dalam bingkai tata kelola kenegaraan, apapun sebutan yang akan digunakan pemerintah—twin city atau lainnya—dinilai akan berkontribusi pada ekspektasi yang lebih besar bagi para investor untuk berinvestasi di IKN. Ketika status IKN sebagai pusat pemerintahan sudah tidak lagi diperdebatkan, rasa percaya diri mereka dalam menanamkan modal untuk proyek jangka panjang di kawasan ini akan meningkat. Ini akan menjadi katalis utama untuk mendorong pertumbuhan ekonomi di IKN serta menjadikan kawasan tersebut sebagai pusat aktivitas baru yang dinamis.
Peran Bambang Susantono, yang saat ini menjabat sebagai Utusan Khusus Presiden untuk Kerja Sama Internasional Pembangunan IKN, jika dilihat dalam posisinya sebagai aktor kunci, akan menjadi penting dalam proses ini. Beliau adalah sosok yang telah memimpin pembangunan IKN sejak awal, dan dengan latar belakang akademis yang kuat sebagai guru besar tata kota serta pengalaman panjang di bidang perencanaan kota baik di dalam maupun luar negeri, beliau sangat memahami permasalahan yang dihadapi dan memiliki kapasitas untuk menyelesaikan berbagai tantangan yang ada.
Dengan pengalaman dan kompetensi tersebut, Bambang Susantono memiliki kemampuan untuk mengambil langkah-langkah strategis dalam memastikan keberlanjutan pembangunan IKN. Dalam konteks kerja sama internasional, peran beliau juga sangat krusial untuk menarik investor global yang bisa mempercepat pembangunan IKN hingga tahap-tahap berikutnya.
Di sisi lain, kepastian mengenai status IKN tidak hanya akan berdampak positif bagi perkembangan IKN itu sendiri, tetapi juga memberi ruang bagi Jakarta untuk terus tumbuh sebagai pusat ekonomi nasional. Dengan peran yang lebih terfokus, Jakarta dapat beradaptasi dan berkembang dalam kapasitas yang berbeda, sementara IKN tumbuh sebagai pusat administrasi negara.
Pada akhirnya, konsep twin city ini merupakan langkah maju yang diharapkan dapat menarik lebih banyak investasi, menjamin kelangsungan pembangunan, dan memperkuat posisi IKN sebagai pusat pemerintahan yang baru. Kombinasi antara kepastian status IKN dan kepemimpinan strategis Bambang Susantono akan menjadi kunci sukses dalam menjadikan IKN sebagai pusat pemerintahan yang siap menghadapi tantangan di masa depan. (*)