LAMONGAN,-Aksesnusantara.id // Penggurus Masyarakat Adat Nusantara (MATRA) Kabupaten Lamongan hadiri ritual adat Mendhak Sanggring yang digelar Warga Desa Tlemang Kecamatan Ngimbang pada Jum’at (29/11).
Tujuan adanya ritual adat Mendhak Sanggring ialah merawat tradisi yang ada di Desa Tlemang, uniknya tradisi Mendhak Sanggring adalah yang memasak adalah laki-laki.
Tradisi ini juga berdasarkan sejarah sudah berlangsung selama ribuan tahun yang lalu, saat Ki Buyut Terik menyebarkan agama Islam di wilayah Lamongan selatan.
Sejarah mengatakan bahwa Ki Buyut Terik yang mempunyai nama asli Raden Nurlali atau Raden Trokso merupakan seorang tokoh yang dikenal mempunyai karismatik yang luar biasa, bahkan Raden Nurlali dikenal mampu membuat pohon yang sudah mati bisa hidup kembali dengan menancapkan tongkatnya ke pohon tersebut.
Raden Nurlali juga merupakan anak dari Raden Muhammad Tambakboyo dari Mataram dan masih keturunan dari Raja Hayam Wuruk yang merupakan Raja Ke-Empat Kerajaan Majapahit dan mempunyai silsilah dari Raja dari Kerajaan Pajajaran.
Ritual Mendhak Sanggring ini juga menjadi penanda diwisudanya Raden Nurlali oleh Sunan Prapen atau Sunan Giri ke-empat sebagai pimpinan diwilayah tersebut.
Prosesnya dilaksanakan setiap tanggal 24-27 Jumadil Awal Tahun Hijriyah. Wujud peringatan tersebut, yakni dengan disajikannya makanan khas Sanggring, yang berisi ayam dan kuah.
Kepala Desa Tlemang, Aris Pramono mengatakan bahwa Mendhak Sanggring ini digelar selama 4 Hari dan diisi berbagai rangkaian kegiatan.
“Digelar selama 4 hari, mulai dari wayangan, bersih cungkup, hingga melaksanakan sanggring itu sendiri dan terakhir ialah berdoa bersama di Makam Ki Buyut Terik,” ucapnya.
Aris juga menjelaskan bahwa Ki Buyut Terik datang ke Tlemang ialah pada Tahun 1600 Masehi. Ia juga menambahkan bahwa Mendhak Sanggring ini gelar usai panen raya sekaligus melaksanakan sedekah bumi sebagai wujud syukur atas hasil bumi yang diperoleh.
“Masyarakat selalu antusias dan semangat untuk melestarikannya setelah mendapat pengakuan secara nasional sebagai dari Kementrian Kebudayaan dan Pariwisata RI atas Warisan Budaya Tak Benda Nasional,” terang Kades Aris.
Sementara itu, Ketua DPD MATRA Kabupaten Lamongan Harun Setiawan sangat mengapresiasi ruwatan tradisi dan sejarah yang dilaksanakan di Desa Tlemang.
“Kami sangat bangga atas tradisi yang terus dipertahankan dan dilestarikan di Desa Tlemang, acara ritual seperti Mendak Sanggring ini harus dijaga dan wajib diteruskan oleh generasi muda yang ada,” kata Harun Setiawan.
Ia menegaskan bahwa peran DPD MATRA Lamongan kedepannya akan terus mendukung dan merawat tradisi adat, budaya dan sejarah yang ada di Lamongan.
“Kami terus berkomitmen dan akan terus melestarikan tradisi ritual adat, budaya dari para leluhur yang harus terus dilestarikan. Kebetulan kali ini Pak Aris (Kepala Desa) dan Tokoh Desa dan Juru Kunci Makam Ki Buyut Terik adalah anggota dari MATRA Lamongan, jadi harus kami dukung terus,” paparnya.
Hadir dalam acara Mendhak Sanggring, Bupati Lamongan menyampaikan bahwa kegiatan seperti ini harus didorong pelestarianya sebagai warisan budaya dari para leluhur.
“Dengan diakuinya budaya Mendak Sanggring sebagai Warisan Budaya Tak Benda Nasional, maka menjadi alasan kuat untuk terus disukseskan,” ujar Bupati Lamongan Yuhronur Efendi.
Menurutnya, Desa Tlemang adalah Desa yang kaya akan budaya sehingga ia berkomitmen untuk menjadikan Desa Tlemang menjadi Desa Wisata kedepannya.
“Dengan menjadikan Tlemang sebagai desa wisata, kami berharap pendapatan masyarakat terdorong untuk semakin meningkat, sehingga kesejahteraan tercukupi. Apalagi melihat kondisi geografis Desa Tlemang juga sangat cocok untuk dijadikan Desa Agrowisata dengan kultur pegunungan dan kondisi tanah yang sangat subur,” tandasnya.
Mendhak Sanggring ini selain menjadi ruwatan warga Desa Tlemang juga sebagai ajang berkumpulnya masyarakat dari berbagai desa disekitar Tlemang untuk mengikuti ritual adat yang digelar di Makam Ki Buyut Terik(red)