Aksesnusantara.id |Lamongan – Sempat menjadi pertanyaan dalam rapat paripurna, pandangan umum oleh fraksi PDIP atas anggaran Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Ngimbang Lamongan. Karena dalam kegiatan penyediaan jasa pelayanan umum kantor, yang semula anggaran Rp.5,25 Milyar terus naik menjadi Rp. 6,040 Milyar atau naik Rp. 789,6 juta.
lebih detail dicermati, ternyata kenaikan ini disebabkan karena pada setiap tahunnya menerima tenaga kontrak baru dengan SK Direktur RSUD.
Tertulis belanja jasa administrasi perkantoran sebanyak 246 orang jasa pramusaji 6 orang, jasa tenaga keamanan 9 orang, dan jasa sopir 4 orang yang kesemuanya sama-sama menerima jasa atau honor Rp.1.400.000,- per bulan.
Untuk honorer yang SK Bupati hanya 4 orang menerima honor atau jasa Rp.1.600.000,- per bulan, Walaupun nampak sepele namun setiap tahun bisa menyerap Rp.5 Milyar lebih. Hal inilah yang dipertanyakan oleh Fraksi PDIP dalam rapat Paripurna beberapa waktu lalu.
Pertanyaan pertama yang terlontar, “Apakah SK direktur RSUD Ngimbang ini memiliki legitimasi yang kuat dalam hal perekrutan tenaga honorer, apalagi tenaga honorer ini menyerap dana APBD. Yang kedua, Atas dasar hukum apa Direktur RSUD Ngimbang menentukan honor atau jasa tenaga kontrak per bulan kepada 259 orang tenaga kontrak sama rata yaitu Rp.1,4 juta, padahal klasifikasi profesi dan tingkat pendidikan berbeda antara nakes, pramusaji, sopir, dan satpam.”
Lanjut tanyanya, Pada Perubahan APBD ini terhadap kegiatan “Penyediaan gaji dan tunjangan ASN” yang semula anggaran Rp. 4,777 Milyar naik menjadi Rp. 5,921 Milyar dan kenaikan ini juga digunakan untuk rincian objek jasa pelayanan kesehatan.
Bagi ASN dengan sub rincian objek insentif tenaga Covid-19 yang sumber dananya dari Pendapatan Asli Daerah sebesar Rp.389,37 juta. Hal itu Sangat disayangkan untuk insentif Covid-19 untuk ASN diambilkan dari sumber PAD, padahal banyak sumber insentif nakes ASN terkait Covid-19 bisa dari DAK non Fisik APBN, APBD Provinsi, Belanja Tidak Terduga (BTT), bahkan mungkin dari sumbangan pihak ketiga.
Hal tersebut perlu dijelaskan, apakah RSUD Ngimbang tidak pernah memperoleh dana terkait penanganan Covid-19 selain dari PAD, atas insentif Rp.389,37 juta. serta berapa jumlah nakes yang mendapatkan beserta besar nominalnya sehingga ketemunya Rp. 389,37 juta, dan perlu diingatkan soal belanja jasa insentif tenaga kesehatan yang menangani Covid-19.
Tahun 2020 yang lalu direalisasikan sebesar Rp. 8,742 Milyar dan bahkan Pemerintah Kabupaten dalam neraca pada aset lancar punya tagihan piutang oleh RSUD Ngimbang sebesar Rp. 380 juta untuk klaim Covid-19.
“Perlu adanya sebuah kejelasan atas hal tersebut,” ujar Ratna Mutia Marhaen melalui wa.
Diwaktu yang berbeda, Direktur RSUD Ngimbang, Dr. Aini Mas’idha, saat dimintai beberapa keterangan soal Perubahan anggaran pada kegiatan penyediaan jasa pelayanan umum kantor tersebut yang semula anggaran Rp. 5,25 Milyar naik menjadi Rp. 6,040 Milyar atau naik Rp.789,6 juta.
“SK Direktur RSUD Ngimbang sudah memiliki legitimasi yang sah yaitu berdasarkan pada Peraturan Bupati Lamongan Nomor 53 Tahun 2015 tentang Pengangkatan dan Pemberhentian Pegawai Badan Layanan Umum Daerah Non Pegawai Negeri Sipil pada Rumah Sakit Umum Daerah Ngimbang Kabupaten Lamongan, Direktur menentukan besaran honor atau jasa tenaga kontrak sama rata perbulan sebesar Rp. 1.400.000 berdasarkan kemampuan Rumah Sakit dan Satuan Standar Harga (SSH) Kabupaten Lamongan Tahun 2021,” Terangnya, Minggu (5/09/2021).
Pada kesempatan yang sama direktur RSUD Ngimbang dr. Aini, menjelaskan kilas balik di tahun lalu, “Saat itu RSUD Ngimbang pada awal tahun 2020 tidak mendapat alokasi dana untuk penanganan Covid-19 dikarenakan pada tahun 2020 RSUD Ngimbang tidak ditunjuk menjadi Rumah Sakit Rujukan Covid-19, saat itu hanya RSUD Soegiri dan RSML. Namun demikian karena jumlah kasus Covid-19 yang semakin meningkat, akhirnya tepatnya pada bulan juni 2020 RSUD Ngimbang ditunjuk menjadi Rumah Sakit Rujukan Covid-19 yang anggarannya belum masuk dalam perencanaan,” ungkapnya.
Dokter Aini melanjutkan menjawab pertanyaan selanjutnya, “Dan Untuk Jumlah nakes yang mendapat insentif sebanyak 24 orang dengan rincian : Dokter Spesialis 3 orang dengan insentif maksimal sebesar @ Rp. 15.000.000,- /bulan ; Dokter Umum 6 orang dengan insentif maksimal sebesar @ Rp. 10.000.000,- /bulan ; Perawat/Bidan 8 orang dengan insentif maksimal sebesar @ Rp. 7.500.000,- /bulan ; Nakes lain 7 orang dengan insentif maksimal sebesar @ Rp. 5.000.000,- /bulan.”
“Atas piutang sebesar Rp. 380.000.000,- (Tiga ratus delapan puluh juta rupiah) dapat kami jelaskan bahwa piutang tersebut adalah tagihan klaim Covid-19 RSUD Ngimbang untuk tahun 2020 kepada Kementerian Kesehatan,” tutup direktur RSUD Ngimbang dr. Aini Mas’idha pada media.(**)